RSS

Category Archives: Resensi Buku & Film

Movie Review “The Raid”

Beberapa bulan lalu saat tahu ada film baru Iko Uwais, tak sabar hati ini ingin segera menikmatinya. Begitu tahu film itu menggondol beberapa penghargaan di berbagai festival, rasa penasaran semakin tak tertahan. Apalagi konon kabarnya film itu adalah film Indonesia pertama yang diputar serentak di seluruh dunia.

Malam minggu ini, yang ditunggu-tunggu datang juga. Bersama istri tercinta dan seorang sahabat setia, di Gandaria tempatnya.

Langsug saja reviu nya.

Film yang cukup berani menurut saya. Berani mengambil setting hanya di satu lokasi dan satu waktu sepanjang cerita, bahkan tanpa permainan alur maju maupun mundur. Setahu saya tak banyak film macam ini, dan seingat saya semuanya luar biasa. Sebut saja “Phone Booth” nya Colin Farrel yang hampir sepanjang film hanya menampilkan adegan di dalam sebuah kotak telepon umum.

Sebagai film action yang didominasi adegan perkelahian, tangan kosong maupun bersenjata, film ini sempurna. Memang agak terlalu banyak sadisme dan darah. Tapi apa lagi yang anda harapkan dari sebuah perang? Makanya sebelum film mulai saya berpesan pada istri, “Siap-siap ya, agak sadis filmnya…”

Secara umum Film ini cukup memenuhi ekspektasi saya. Selain wajah pribumi para aktor dan tulisan “Merantau Films”, mungkin anda tak akan mengira ini bukan film Hollywood.

Tapi tentu secara keseluruhan film ini tak sempurna. Beberapa hal ini sebabnya:

1. Kurangnya detail cerita yang bersifat teknis.

Misalnya apa nama kesatuan pasukan ini, bagaimana strategi penyerbuan ini, tak adanya orientasi medan, tak adanya komando dari luar gedung, mobil pengangkut pasukan yang parkir begitu saja di tempat terbuka, dan hal-hal sejenisnya.

2. Penggunaan nama “Mad Dog” yang menurut saya kurang pantas dan tak perlu.

Dengan wajah yang 100% pribumi dan kemampuan beladiri didominasi jurus-jurus silat, nickname dengan bahasa lokal lebih tepat dan terkesan lebih menakutkan menurut saya.

3. Wajah Rama yang terlalu bersih dan fisik yang begitu bugar di akhir cerita.

Setelah begitu banyak perkelahian, saya rasa hanya Chuck Norris dan Steven Seagal yang akan tetap klimis dan rapi di akhir cerita. Apalagi luka sayat di pipinya yang sebelumnya tampak bengkak, secara aneh tiba-tiba hilang tak berbekas.

4. Paket aktor utama yang itu-itu lagi.

Ketika seorang aktor identik dengan satu genre film tertentu, itu sah-sah saja. Memang kebanyakan aktor dikenal seperti itu. Ada aktor watak, aktor laga, aktor komedi, dan lain sebagainya. Tapi ketika beberapa aktor selalu bermain dalam satu film dengan genre yang sama dan peran yang juga itu-itu saja, bagi saya ini bukan hal yang baik. Dalam film ini setidaknya ada 3 aktor utama yang juga bermain dalam film Merantau, dengan peran yang persis dan hampir sama. Ketiga aktor itu adalah Iko Uwais sendiri dan Donny Alamsyah, yang sama-sama berperan sebagai kakak-adik, serta Yayan Ruhian yang sama-sama berperan sebagai jagoan tokoh antagonis. Saya berharap semoga film-film berikutnya bisa menghadirkan variasi aktor yang lebih kreatif. Atau kalaupun aktornya sama, perannya bisa lebih diexplore lagi. Jangan sampai era Barry Prima dan Advent Bangun terulang lagi.

Bagaimanapun juga, kekurangan itu tak seberapa jika dibanding prestasinya. Prestasi terbesar menurut saya bukanlah penghargaan dari berbagai festival, tetapi menyelamatkan wajah perfilman Indonesia, yang selama ini saya kira hanya ada Cinta (yang tidak menyentuh), Humor (yang sama sekali tidak lucu), dan Horor (yang selalu “kreatif” menghadirkan jenis-jenis dedemit baru).

Selamat Menonton…

 
Leave a comment

Posted by on April 1, 2012 in Resensi Buku & Film