Sejak terakhir kali (dan pertama kalinya) touring sepeda Bintaro – Bandung via Cariu bulan Juli 2009 lalu, belum pernah lagi saya touring. Padahal keinginan untuk touring itu terus membayangi pikiran saya. Bahkan keinginan itu telah menjelma menjadi kerinduan yang sulit ditahan. Maka saat ada kesempatan, tak akan saya sia-siakan.
Dan kesempatan itu akhirnya datang juga. Sarasehan Stapala tahun ini digelar di kawasan Puncak, Bogor. Lokasi tepatnya ternyata di daerah Villa Aquarius Orange, Cisarua, dekat Curug Cilember. Aha…! Inilah kesempatan saya. Tapi saya belum yakin. Apa sebab?
Sudah 2 bulan lebih kegiatan gowes saya berhenti total. Si Domi pun teronggok berdebu di parkiran basement kantor. Ditambah lagi seminggu yang lalu sempat terserang flu ringan. Dengan kondisi seperti itu, sanggupkah saya melahap tanjakan Puncak?
Setelah menengok google map, ternyata lokasi villa itu tak jauh dari pintu tol Ciawi. Jalan raya nya pun tampak masih relatif lurus. Kalau begitu adanya, berarti tanjakannya juga belum terlalu ekstrim. Jaraknya pun dari pintu tol Ciawi tak sampai 10 km. Sedangkan total jaraknya dari Posko Stapala di Kampus STAN Bintaro pun hanya +/- 64 km via Parung. Insya Allah masih terjangkau lah. Ditambah lagi ternyata istri saya di detik-detik terakhir memutuskan untuk tidak jadi ikut acara itu. Tak ada alasan lagi untuk membatalkan rencana touring kali ini.
Tapi rasanya tak nikmat kalau gowes sendirian. Setidaknya untuk saat ini saya belum siap. Tapi suatu saat nanti ingin juga gowes touring sendirian. Maka saya lemparlah ide ini ke forum grup Stapala. Hanya 2 orang yang konfirmasi akan bergabung, Prabu (Kus-kus 761) dan Adryan (Alot 872). Tak apalah, karena saya memang tak berharap banyak. 1 atau 2 orang teman juga sudah cukup. Yang penting saya tak sendirian.
Karena acara akan dilaksanakan mulai Sabtu siang hingga malam, maka kami sepakat untuk berangkat jam 6 pagi. Dan sebagai titik start disepakati adalah Posko Stapala di kampus STAN Bintaro. Itu berarti saya harus gowes dari kontrakan saya di Kebayoran Lama ke Posko yang jaraknya sekitar 7 km. Tak apalah, itung-itung pemanasan. Alot malah menginap di kos-kosan Kus-kus, yang letaknya masih di area kampus, karena rumahnya di Tangerang.
Malam harinya saya sudah packing, agar besok pagi abis subuh bisa langsung siap-siap dan meluncur. Tapi apa daya, Sabtu pagi sejak subuh hujan pun datang. Rasanya tak nikmat kalau gowes hujan-hujanan, apalagi baru berangkat sudah langsung basah-basahan. Akhirnya kami sepakat untuk menunda keberangkatan hingga hujan reda.
Secangkir kopi dan sepotong roti yang disuguhkan istri menjadi sarapan saya pagi itu. Pukul 6.30 saya baru meluncur dari kontrakan menuju Posko. Pukul 7.30 akhirnya kami bertiga mulai meluncur. Cuaca pagi itu masih agak mendung dan berkabut. Kalau sampai siang begini terus enak nih, asal gak hujan aja, pikir saya. Perjalanan dimulai dengan sangat santai. Gowes perlahan sambil menikmati udara pagi yang berkabut terasa begitu nikmatnya. Yang paling nikmat sesungguhnya adalah sensasi bahwa kali ini saya benar-benar melakukan touring (walaupun jaraknya hanya 64 km). Bukan hanya bike to work sambil membayangkan sedang touring, seperti yang selama ini saya lakukan. Kegembiraan saya benar-benar membuncah. Maka saat keluar dari Kampus kami bertemu dengan rombongan pesepeda, lalu salah satu pesepeda yang sudah sepuh menyapa saya “Kemana Om?”, saya jawab dengan lantang “Ke Puncak Om…!”. “Wah mantab…!” sahutnya. “Emang mantab om…!”, Jawab saya, tapi hanya dalam hati.
Perjalanan cukup lancar walaupun jalanan sudah agak ramai. Tapi anehnya kecepatan kami tetap segitu-gitu saja, bahkan cenderung melambat. Padahal saya pikir sudah cukup pemanasannya. Ternyata Alot tampak sudah kelelahan. Saya dan Kus-kus otomatis menyesuaikan kecepatan. Kami tak memakai speedometer, tapi perkiraan saya laju kami tak lebih dari 10 kpj. Wah, padahal cuaca mendukung dan jalanan datar. Harusnya kecepatan kami bisa 2 kali lebih cepat. Karena kalau dengan kecepatan seperti ini terus, prediksi waktu tempuh sekitar 4-5 jam tak akan tercapai.
Beberapa kali saya menyemangati Alot dan memintanya sedikit menambah kecepatan. Tapi sepertinya dia benar-benar sudah kelelahan. Diketahui kemudian ternyata Alot belum pernah bersepeda jarak jauh. Biasanya dia hanya bersepeda keliling kompleks nya.
Inilah tantangannya. Saya bilang ke Kus-kus, sepertinya dalam perjalanan ini kesabaran kita yang diuji. Bagi kami yang terpenting adalah kebersamaan. Berangkat bersama sampai tujuan juga harus bersama. Selain itu, sayalah yang mencetuskan ide touring ini. Lalu saya mengajak siapapun anggota Stapala yang mau ikut. Maka saya juga harus bertanggung jawab atas seluruh anggota tim kecil ini. Saat ada anggota tim yang mulai melambat, opsi nya adalah menyemangati dan mendorongnya agar menambah kecepatan atau kami yang menyesuaikan dengan kecepatannya. Kami buang jauh-jauh ego untuk terus melaju meninggalkannya di belakang. Setidaknya itulah sedikit pelajaran yang kami peroleh di Stapala selama ini.
Beberapa kali kami istirahat untuk sekedar meneguk serta menghilangkan rasa panas di pantat dan selangkangan. Tiap kali selesai istirahat, Alot meminta untuk melanjutkan lebih dulu. Dia bilang toh nanti tak terlalu jauh kami pasti akan menyusul. Dengan begitu waktu istirahat kami jadi lebih lama.
Dengan kondisi sangat kelelahan seperti itu, saya pikir Alot tak akan bertahan lebih lama. Saya pikir dia akan memutuskan untuk kembali. Tapi saya salah. Semangatnya untuk melanjutkan perjalanan sungguh luar biasa. Walaupun kayuhannya kadang tak stabil. Hanya beberapa kayuhan lalu berhenti, mengayuh lagi lalu berhenti lagi, begitu terus sepanjang jalan. Padahal dengan kayuhan seperti itu, labih menguras tenaga. Kita tidak bisa memanfaatkan momentum perputaran roda dan laju sepeda. Tapi rupanya dengan tetap melanjutkan kayuhan seperti itu sudah merupakan perjuangan yang sangat berat bagi Alot. Salut untuk semangatnya…
Pukul 11.30 akhirnya kami sampai di Kebun Raya Bogor. Kami memutuskan untuk berhenti makan siang, karena bunyi keroncongan dari perut semakin keras dan tak dapat ditahan lagi. Ayam goreng dan soto di daerah Kebun Raya jadi menu pilihan kami. Selesai melahap makan siang, secara mengejutkan Alot memutuskan untuk tak melanjutkan perjalanan sampai Puncak. Dia memutuskan untuk mampir ke rumah saudaranya di Kota Bogor. Saya dan Kus-kus berusaha membujuknya agar tetap melanjutkan perjalanan. Karena garis finish sudah tak terlalu jauh lagi. tapi memang kondisinya akan berbeda. Sebentar lagi kami harus menghadapi tanjakan, dan sayangnya mendung juga mulai menghilang, digantikan oleh teriknya matahari siang bolong yang menyengat.
Akhirnya tinggal kami berdua yang melanjutkan perjalanan. Selesai makan siang kami mencari masjid untuk sholat dzuhur dan memberi waktu pada pencernaan kami untuk bekerja. Setelah sholat dzuhur di Masjid Nurul Maal, PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor, kami melanjutkan perjalanan sambil menyiapkan mental untuk mulai menghadapi tanjakan.
Tak lama kemudian kami mulai memasuki Jalan Raya Puncak. Kondisi lalu lintas cukup lancar. Pemberlakuan buka tutup jalur cukup menguntungkan kami. Saat jalan hanya dibuka 1 jalur, volume kendaraan cenderung lebih sedikit. Tapi sebenarnya itu tak banyak berpengaruh juga, karena saat itu kami mulai ngicik. Bonus turunan tak saya sia-siakan. Saat jalan menurun, sepeda saya geber segeber-gebernya. Dengan harapan saat turunan berakhir dan berganti tanjakan, saya dapat memanfaatkan momentum untuk mengawali ngicik lagi.
Selama di tanjakan ini, kami jadi lebih sering berhenti untuk istirahat. Apalagi setelah Kus-kus merasakan kaki kanannya hampir kram. Banyak pesepeda yang kami temui, tapi semuanya berlawanan arah dengan kami. Semuanya melaju turun. Tampaknya mereka baru saja melahap jalur XC atau downhill. Satu-satunya pesepeda yang searah dengan kami adalah seorang yang sudah cukup berumur sedang nanjak sendirian. Saat kami ngicik dia berhenti istirahat, sebaliknya saat kami istirahat dia tampak lewat sambil menyapa.
Waktu menunjukkan jam 3 lebih saat tampak di depan kami ada Hotel Grand Usu, yang artinya kami sudah sampai di gang masuk ke arah Villa Aquarius Orange. Dan ternyata benar, ada petunjuk arah menuju Curug Cilember. Masuk gang beberapa ratus meter, akhirnya kami sampai juga di lokasi. Jam menunjukkan pukul 15.30 WIB. Total perjalanan kami selama 8 jam menempuh +/- 64 km. Perjalanan yang cukup lama, tapi kami menikmatinya.
Keesokan harinya, kami pulang menumpang bus yang membawa rombongan ke posko. Setelah malamnya kami begadang, gowes lagi ke Bintaro sepertinya tidak memungkinkan dan memang tidak kami rencanakan.
Terima kasih untuk Kus-kus dan Alot untuk perjalanan yang menyenangkan.
Terima kasih untuk rombongan bus Posko untuk tumpangannya.
Salut untuk Alot atas semangat dan perjuangannya.
Lain waktu kita touring lagi, tapi harus sampai finish ya Om…