LAPORAN HASIL EVALUASI
KETERKAITAN ANTARA RKA-KL DENGAN RENSTRA, RENJA, DAN BSC
- 1. LATAR BELAKANG
Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penyusunan dokumen anggaran, dalam hal ini RKA-KL, adalah pendekatan penganggaran berbasis kinerja. Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) merupakan suatu pendekatan dalam sistem penganggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan kinerja yang diharapkan, serta memperhatikan efisiensi dalam pencapaian kinerja tersebut. Dalam pendekatan ini pengalokasian anggaran berorientasi pada kinerja sehingga diharapkan akan menunjukkan keterkaitan langsung antara pendanaan dengan kinerja yang ingin dicapai. Untuk menunjukkan keterkaitan tersebut, pendekatan PBK mensyaratkan adanya indikator kinerja yang merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur kinerja. Khusus untuk lingkup Kementerian Keuangan, sejak tahun 2010 pengelolaan dan pengukuran kinerja di setiap unit Eselon I menggunakan sistem manajemen kinerja berbasis balanced scorecard yang dituangkan dalam sebuah Kontrak Kinerja.
Di samping itu, prinsip utama dalam penerapan PBK ini adalah adanya keterkaitan yang jelas antara kebijakan yang terdapat dalam dokumen perencanaan nasional dan alokasi anggaran yang dikelola Kementerian/Lembaga (KL) sesuai tugas-fungsinya. Dokumen perencanaan tersebut meliputi Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Renja-KL. Sedangkan alokasi anggaran yang dikelola KL tercermin dalam dokumen RKA-KL dan DIPA yang merupakan dokumen yang bersifat tahunan. Renja-KL sebagai dokumen perencanaan pembangunan tahunan di lingkup KL merupakan penjabaran dari Renstra-KL yang merupakan rencana pembangunan jangka menengah untuk periode 5 tahun.
Seluruh dokumen tersebut merupakan bagian dari sistem perencanaan pembangunan nasional merupakan sebuah proses yang sistematis dan terpadu. Karena sistem perencanaan pembangunan nasional merupakan sebuah proses yang sistematis dan terpadu, maka seluruh tahapan dan dokumen-dokumen yang dihasilkan harus menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara satu dengan yang lainnya. Keterkaitan tersebut meliputi keterkaitan visi dan misi, program, kegiatan, termasuk kinerja yang ingin dicapai dan indikator yang digunakan untuk mengukurnya.
- 2. TUJUAN
Laporan ini bertujuan untuk mengevaluasi keterkaitan antara dokumen-dokumen perencanaan yang digunakan oleh KL yang meliputi Renstra-KL, Renja-KL, RKA-KL, dengan dokumen manajemen kinerja berbasis balanced scorecard. Keterkaitan yang dievaluasi terutama dalam hal indikator kinerja yang digunakan dalam setiap dokumen, baik dalam proses penetapannya, rumusan indikatornya, maupun dalam proses pelaporan atau evaluasinya.
- 3. DASAR HUKUM
- UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN;
- UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
- UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJP;
- PP Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah;
- PP Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;
- PP Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan RKA-KL;
- PMK Nomor 93 Tahun 2011 tentang Juksunlah RKA-KL;
- KMK Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Departemen Keuangan;
- Permenpan Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Penetapan IKU di Lingkungan Instansi Pemerintah.
- 4. PEMBAHASAN
4.1. Alur Sistem Perencanaan
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyatakan bahwa kerangka perencanaan pembangunan nasional meliputi: a) rencana pembangunan jangka panjang (RPJP); b) rencana pembangunan jangka menengah (RPJM); dan c) rencana pembangunan tahunan. RPJP Nasional adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 tahun yang merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional. RPJM Nasional adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 tahun yang merupakan penjabaran visi, misi, dan program Presiden yang memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program dalam rencana kerja yang bersifat indikatif. Pada tingkatan Kementerian/Lembaga, RPJM ini selanjutnya disebut dengan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga atau lebih dikenal dengan Renstra-KL.
Rencana pembangunan 5 tahunan ini selanjutnya dijabarkan lagi dalam rencana pembangunan tahunan yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) untuk tingkat Presiden serta Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-KL) untuk tingkat KL. RKP dan Renja-KL merupakan dokumen perencanaan untuk periode 1 tahun. Renja-KL yang disusun dengan mengacu pada RKP dan pagu indikatif ini selanjutnya menjadi pedoman penyusunan RKA-KL. RKA-KL inilah yang menjadi muara dari dokumen perencanaan dan penganggaran. Selanjutnya RKA-KL ini akan menjadi dasar ditetapkannya dokumen pelaksanaan anggaran yaitu DIPA.
4.2. Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK)
Dalam konsep pendekatan PBK, dituntut adanya keterkaitan yang erat antara anggaran dengan kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu setiap unit organisasi pemerintah harus dapat menetapkan rumusan kinerja yang ingin dicapainya. Kinerja yang telah direncanakan tersebut harus bersifat terukur pencapaiannya. Untuk itu setiap unit juga harus menetapkan indikator kinerja tertentu untuk mengukur pencapaian kinerjanya. Yang jauh lebih penting, indikator kinerja merupakan alat ukur untuk menilai keberhasilan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap unit organisasi. Jadi informasi kinerja ini mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam proses perencanaan dan penganggaran. Rumusan indikator kinerja beserta targetnya selanjutnya juga harus dinyatakan di dalam dokumen perencanaan termasuk Renja-KL dan RKA-KL.
Terdapat 3 (tiga) tahapan utama dalam penerapan PBK, yaitu:
1) persiapan;
2) pengalokasian anggaran; dan
3) pengukuran dan evaluasi kinerja.
Salah satu proses penting pada tahap persiapan adalah penyediaan dokumen sumber. Langkah ini diperlukan dalam penyusunan informasi kinerja beserta rincian alokasi anggaran kegiatan yang mengarah pada pencapaian kinerja yang diharapkan. Dokumen sumber yang digunakan meliputi LAKIP yang menyajikan data capaian kinerja tahun sebelumnya. Informasi ini berguna sebagai bahan pertimbangan untuk merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya, termasuk target kinerja dan capaiannya.
Pada tahap pengalokasian anggaran, setelah ditetapkannya prioritas pada setiap tingkatan unit organisasi, langkah selanjutnya adalah penetapan target. Langkah ini berkaitan erat dengan perumusan indikator kinerja, baik pada tingkat program maupun pada tingkat kegiatan. Langkah selanjutnya adalah melihat dan memperhitungkan ketersediaan anggaran untuk selanjutnya dituangkan dalam rincian pendanaan dan detil biaya.
Tahap terakhir dari penerapan PBK adalah pengukuran dan evaluasi kinerja. Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian kinerja yang telah dilaksanakan. Sedangkan evaluasi kinerja merupakan salah satu alat analisa untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Hasilnya akan digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam penyusunan rencana dan anggaran pada tahun yang akan datang. Pada tahap ini, indikator kinerja mempunyai peran yang sangat penting. Indikator kinerja yang meliputi IKU (di level Program) dan IKK (di level Kegiatan) beserta targetnya merupakan penerjemahan Tujuan dan Sasaran Strategis KL ke dalam bentuk yang lebih nyata dan terukur.
Tahap pengukuran dan evaluasi kinerja sampai saat ini memang masih belum dilaksanakan. Tentang pengukuran dan evaluasi kinerja ini PMK Nomor 93 Tahun 2011 tentang Juksunlah RKA-KL mempunyai penjelasan yang berbeda dengan Buku Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran yang ditetapkan oleh Menteri Negara PPN/Kepala Bappennas dan Menteri Keuangan. PMK Nomor 93 Tahun 2011 menyatakan bahwa pengukuran dan evaluasi yang dilakukan adalah terhadap kinerja penganggaran. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan kinerja penganggaran yang dimulai dari penyusunan perencanaan anggaran sampai dengan pelaksanaan anggaran. Sebagai langkah awalnya adalah diterapkannya sistem reward dan punishment atas pelaksanaan anggaran belanja KL selama tahun anggaran 2010. Dari penjelasan ini terkesan bahwa pengukuran dan evaluasi yang dilakukan adalah terbatas pada kinerja sistem perencanaan dan penganggaran yang ada dalam sebuah unit organisasi, bukan kinerja pelaksanaan program dan kegiatan unit organisasi dalam mencapai tujuan dan sasarannya.
Sementara dalam Buku Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran disebutkan bahwa pengukuran kinerja dilakukan untuk memperoleh informasi tentang tingkat pencapaian kinerja yang telah dilaksanakan. Sedangkan evaluasi kinerja merupakan salah satu alat analisa untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas pencapaian sasaran sebagaimana tercantum dalam dokumen perencanaan dan penganggaran.
4.3. Manajemen Kinerja Berbasis Balanced Scorecard (BSC)
Berdasarkan KMK Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Departemen Keuangan, pelaksanaan manajemen kinerja di Kementerian Keuangan mulai tahun 2010 secara resmi menggunakan BSC. BSC merupakan alat manajemen strategi yang menerjemahkan visi, misi dan strategi yang tertuang dalam Renstra-KL dan Road-map Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke dalam suatu peta strategi. Renstra Kemenkeu yang merupakan dokumen perencanaan jangka menengah (5 tahun) lingkup Kemenkeu selanjutnya dijabarkan secara lebih rinci dalam road-map Kemenkeu yang berisi program dan kegiatan secara umum dalam jangka waktu 5 tahun. BSC juga dapat digunakan sebagai alat yang menghasilkan umpan balik untuk mereviu dan merevisi Renstra-KL.
Karena mengacu pada Renstra dan Road–map yang memiliki jangka waktu 5 tahun, maka BSC yang dibangun di Kemenkeu juga berlaku untuk jangka waktu 5 tahun. Namun, setiap akhir tahun dilakukan reviu atas BSC yang dibangun sehingga dimungkinkan terjadi perubahan strategi sesuai dengan kondisi internal dan eksternal Kemenkeu.
Secara umum tahap-tahap penerapan BSC meliputi:
1) penetapan perspektif;
2) penyusunan sasaran strategis;
3) penyusunan peta strategi; dan
4) penetapan indikator kinerja utama (IKU).
Selanjutnya sesuai dengan KMK Nomor 12 Tahun 2010, hasil dari tahap-tahap tersebut dituangkan dalam sebuah dokumen Kontrak Kinerja yang ditandatangani oleh pimpinan unit organisasi dan atasan langsungnya. Batas waktu penyusunan dan penetapan Kontrak Kinerja paling lambat pada bulan Januari tahun berjalan. Kontrak Kinerja ini adalah dokumen yang berlaku untuk lingkup intern Kementerian Keuangan. Sedangkan untuk lingkup nasional, setiap KL juga harus menyusun Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan Penetapan Kinerja (PK), yang mulai tahun 2011 informasi yang disajikan pada dasarnya sama dengan Kontrak Kinerja.
Kontrak Kinerja ini menyajikan peta strategi, sasaran strategis, dan IKU beserta targetnya, baik untuk periode 1 tahun maupun triwulanan. Selanjutnya selama tahun berjalan, dilakukan evaluasi dan monitoring secara terus menerus terhadap pencapaian target IKU yang telah ditetapkan. Hasil evaluasi dan monitoring dilakukan setiap triwulan dan pada akhir tahun yang dituangkan dalam sebuah Laporan Capaian Kinerja. Pada akhir tahun laporan ini akan menjadi bahan masukan dalam penyusunan LAKIP. Artinya pengukuran kinerja dan pencapaian target-target yang dilaporkan dalam LAKIP adalah berdasarkan RKT-PK (yang identik dengan Kontrak Kinerja) dan Laporan Capaian Kinerja.
- 5. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang disampaikan pada bagian sebelumnya, dapat disimpulkan adanya beberapa permasalahan terkait sistem perencanaan dan penganggaran di lingkup KL khususnya Kementerian Keuangan. Permasalahan yang diidentifikasi adalah sebagai berikut:
a) Adanya perbedaan rumusan indikator kinerja antara dokumen perencanaan dan penganggaran (Renja-KL dan RKA-KL) dengan dokumen manajemen kinerja (KK dan RKT-PK) dan dokumen pelaporan (Laporan Capaian Kinerja dan LAKIP)
Dari hasil pembandingan dokumen perencanaan dan penganggaran tahun 2011 (Renja-KL dan RKA-KL) dengan dokumen manajemen kinerja (Kontrak Kinerja) tahun 2010 dan 2011, ternyata terdapat beberapa perbedaan tentang penetapan indikator kinerja (IKU). Perbedaan tersebut meliputi perbedaan rumusan, perbedaan target, serta beberapa IKU yang ada di dokumen perencanaan dan penganggaran tetapi tidak ada di Kontrak Kinerja. Hal ini terjadi karena penetapan IKU dan IKK dalam Renja dan RKA-KL 2011 mengacu pada Kontrak Kinerja tahun 2010. Sementara dalam Kontrak Kinerja tahun 2011 terdapat beberapa rumusan dan target IKU yang mengalami perubahan.
b) Batas waktu penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran yang berbeda dengan dokumen manajemen kinerja
Dokumen perencanaan dan penganggaran (Renja-KL dan RKA-KL) harus disusun sebelum tahun anggaran dimulai. Bahkan proses penyusunannya sudah dimulai sejak bulan Februari/Maret tahun sebelumnya. Dalam proses penyusunan tersebut juga sudah harus menetapkan IKU, baik di level program maupun kegiatan. Sedangkan untuk dokumen manajemen kinerja (Kontrak Kinerja) baru disusun paling lambat Bulan Januari tahun berjalan.
c) Permasalahan terkait pelaporan
Dalam praktiknya selama ini, pelaporan atas pencapaian target IKU hanya dilakukan terhadap dokumen manajemen kinerja, dalam hal ini Kontrak Kinerja. Laporan tersebut berupa Laporan Capaian Kinerja yang disusun secara periodik setiap triwulan. Selanjutnya informasi capaian kinerja tersebut juga akan menjadi dasar dalam penyusunan LAKIP. Sedangkan terhadap IKU yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran (Renja-KL dan RKA-KL) belum ada mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban yang dilakukan. Sebenarnya pelaporan atas pencapaian kinerja dalam Renja-KL dan RKA-KL bisa menggunakan data yang disajikan dalam Laporan Capaian Kinerja karena informasi yang disampaikan adalah sama. Hanya perlu ditambahkan komponen realisasi anggaran untuk mengetahui efisiensi dan efektivitas pelaksanaannya. Kesulitan akan muncul ketika terdapat perbedaan antara IKU dalam Kontrak Kinerja dengan IKU dalam Renja-KL dan RKA-KL.
- 6. REKOMENDASI
Terhadap permasalahan-permasalahan yang telah diidentifikasi, dikemukakan beberapa rekomendasi yang diharapkan dapat menjadi bahan perbaikan. Rekomendasi yang disarankan adalah sebagai berikut:
a) Adanya pengintegrasian antara sistem perencanaan dan penganggaran dengan sistem manajemen kinerja serta koordinasi antara pihak-pihak yang terlibat
Sebagaimana telah disebutkan bahwa salah satu ciri khas dan manfaat pendekatan penganggaran berbasis kinerja adalah adanya keterkaitan secara langsung antara pendanaan dengan kinerja yang akan dicapai. Karena pendekatan penganggaran berbasis kinerja saat ini sudah mulai diterapkan secara penuh, maka seharusnya sistem perencanaan dan penganggaran terintegrasi dengan sistem manajemen kinerja. Adanya pengintegrasian antara kedua sistem ini diharapkan dapat mendukung keterkaitan antara pendanaan dengan kinerja. Pengintegrasian ini juga akan membantu dalam proses pelaporan dan evaluasinya.
b) Adanya mekanisme revisi indikator kinerja(IKU) dalam Renja-KL dan RKA-KL
Adanya perbedaan rumusan dan target IKU dalam Renja-KL dan RKA-KL dengan Kontrak Kinerja menyebabkan kurangnya keterkaitan langsung antara pendanaan dengan kinerja. Selama ini tidak ada mekanisme revisi IKU dalam Renja-KL maupun RKA-KL setelah tahun anggaran berjalan. Tetapi ketentuan mengenai revisi IKU juga belum diatur dalam peraturan terkait. Tidak ada ketentuan yang mengatur secara tegas apakah boleh dilakukan revisi IKU dalam Renja-KL dan RKA-KL pada tahun berjalan untuk menyesuaikan dengan IKU dalam Kontrak Kinerja. Untuk lebih menunjukkan adanya keterkaitan langsung antara pendanaan dengan kinerja yang akan dicapai, maka dinilai perlu adanya mekanisme revisi IKU dalam Renja-KL dan RKA-KL.
c) Perubahan batas waktu penyusunan dokumen manajemen kinerja
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa dokumen manajemen kinerja berupa Kontrak Kinerja disusun paling lambat bulan Januari tahun berjalan. Sedangkan dokumen perencanaan dan penganggaran (Renja-KL dan RKA-KL) disusun sebelum tahun berjalan. Perbedaan batas waktu penyusunan ini menyebabkan penetapan IKU dalam Renja-KL dan RKA-KL mengacu pada dokumen Kontrak Kinerja tahun sebelumnya. Padahal selama ini rumusan ran target IKU setiap tahun mengalami perubahan, baik penambahan, pengurangan, maupun perubahan lainnya. Perubahan-perubahan ini selain untuk menyesuaikan dengan kondisi aktual juga lebih disebabkan karena unit organisasi belum dapat merumuskan IKU yang benar-benar dapat menjadi tolok ukur pencapaian tujuan dan sasaran organisasi.
Oleh karena itu, waktu penyusunan dokumen-dokumen ini perlu disesuaikan, dalam hal ini penyusunan Kontrak Kinerja dilaksanakan sebelum tahun berjalan. Dengan penyesuaian ini diharapkan penetapan IKU dalam Renja-KL dan RKA-KL tidak mengalami kesulitan serta tidak ada lagi perbedaan IKU.